Kondisi
hutan Indonesia ini sangat cukup memprihatinkan, termasuk salah salah satunya
adalah hutan mangrove. Hutan ini yang masih tumbuh utuh di Indonesia hanya
dapat dijumpai di Propinsi Irian Jaya dengan perkiraan luas 2,25 juta
hektar-merupakan hutan mangrove terluas didunia serta merupakan contoh terbaik
dari tipe habitat dikawasan Asia Tenggara. Formasi terluas hutan mangrove yang
ada di Irian Jaya hanya tedapat di Teluk Bintuni yaitu seluas 260 ribu hektar
(Wibowo dan Suyatno,1998:94) dengan kandungan sumber daya alam yang meliputi
banyak jenis, mulai dari tambang, flora, fauna dan lain sebagainya.
Hutan mangrove memiliki manfaat,
baik secara ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi
untuk melindungi pantai dan tepi sungai dari erosi, serta sebagai habitat
kepiting, tempat berpijah udang dan ikan. Selain sebagai habitat bagi berbagai
jenis flora dan fauna, yang terpenting adalah sebagai sumber daya alamyang
menopang penghidupan masyarakat setempat. Sedangkan dilihat dari fungsi
ekonomis hutan bagi masyarakat setempat diungkapkan oleh H. Jack Ruitenbeek
(1992:29), khususnya keterlibatan kaum perempuan dalam proses ekomi rumah
tangga yang ditunjukan oleh hasil survei rumah tangga.
Bagi penduduk di Kawasan Teluk
Bintuni terutama suku pesisir seperti Suku Wamesa, Sebiyar dan sebagian
Irarotu, hutan mangrove merupakan suatu tempat dan sarana untuk mempertahankan
kelangsungan hidup. Secara tradisional, perempuan suku pesisir tersebut
menyadari ketergantungan hidupnya pada hutan mangrove. Oleh karena itu,
terciptalah suatu pengetahuan yang sistematis tentang tumbuhan dan ekosistem
mengenai hutan mangrove dan tercipta pula prinsip- prinsip informal tentang
pelestariannya. Kelestarian ekosistem kawasan hutan mangrove penting artinya,
bagi suku pesisir karena dari hutan itu kebutuhan hidup tercukupi terutama
kebutuhan yang berkaitan dengan sumber protein seperti kepiting, udang,
ikan,kerang,udang dan ulat tumbelo.
Disisi
lain, hutan mangrove merupakan kawasan yang amat bernilai bagi perusahaan-
perusahaan dalam usaha yang menjadikan hutan itu sebagai sebuah “tambang” kayu.
Hal itu disebabkan tumbuhan bakau merupakan salah satu jenis tumbuhan yang bisa
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Kayu tumbuhan bakau diolah menjadi
chips lalu dibuat menjadi pulp untuk
bahan kertas. Tak dapat dipungkiri bahwa nampak adanya kepentingan pemenuhan
kebutuhan subsistem,komersial, dankonservasi yang bertemu menjadi satu dalam
usha pemanftan dan pengelolaan hutan mangrove diteluk bintuni.Secara ideal
permasalahannya adalah bagaimana mencari jalan yang terbaik untuk kelangsngan
hutan mangrove tanpa mengorbankan masyarakat local yang telah mengutungkan
hidupnya pada sumber daya alam yang ada dan sekaligus membantu devisa negara.
Masyarakat pesisir teluk bintuni,
khususnya kaum perempuan yang bermukim dikawasan hutan mangrove tersebut
terlibat langsung dalam pemanfaatan hutan mangrove. Untuk itu
inventarisasi pengetahuan masyarakat
local terhadap manfaatan berbagai jenis flora dan fauna di hutan mangrove
merupakan salah satu langkah awal untuk menegaskan bahwa pengetahuan dan
pemanfaatan berbagai species yang Ada
dihutan mangrove di kawasan teluk bintuni adalah milik public dan tidak bisa di
kuasai oleh pihak tertentu saja, apalagi dipatenkan untuk kepentingan komersial
semata.
A. Pengetahuan
dan Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati
1. Pengetahuan
dan Pemanfaatan Pohon Mangrove
Tumbuhan
bakau merupakan salah satu jenis tumbuhan uang memiliki banyak manfaat bagi
masyarakat teluk bintuni, termasuk bagi perempuan pencari kepiting .Hambik semua bagian dari tumbuhan tersebut dapat
digunakan.Kayu tumbukan bakau dapat digunakan sebagai bahan bangunan, misalnya
untuk tiang rumah. Jenis tumbuhan bakau yang cocok untuk kepentingan ini adalah
tonith (bhs.irarotu) atau parai (bhs. Wamesa ) karena memiliki
sifat tahan lama dan kuat. Selain sebagai tiang , jenis bakau muri (bhs.irarotu) sesuai bila digunakan
untuk bmbungan rumah (kasau).Jenis itu dipilih karena memiliki sifat lembek
akan tetapi kuat dan tahan lama apabila digunakan untuk kasau, sedangkan yang
digunakan untuk pagar dan tiang jembatan adalah jenis wath. Jenis tumbuhan
bakau yang digunakan untuk perahu adalah mokrow
dan sopo (bhs.irarotu).Dalam
bahasa irarotu , jenis tumbuhan yang
bisa dimanfaatkan sebagai kerangka perahu (longboat) adalah jenis pananiami. (warip, 1999)
Bagian lain dari tumbuhan bakau yang
dapat dimanfaatkan adalah akar-akar yang lebar di antaranya untuk tempat duduk dalam perahu dan titian diatas lumbur pada waktu perempuan mencari
kepiting.Akar bakau yang muda dan panjang digunakan oleh pencari kepiting untuk
mengikat kepiting apabila dari rumah mereka tidak membawa tali pengikat.Selain
itu dari bakau jenis wath dapat pula digunaka sebagai bahan bakar kerena jenis ini bila digunakan bila
digunakan tidak menimbulkan banyak asap. Pengambilan kayu bakar tersebut
biasanya dilakukan oleh perempuan atau mama pencari kepiting. Disamping, akar
bakau jenis wath biasanya digunakan sebagai perangsang daya cium bagi anjing
pemburu. ujung akar tersebut diambil dan dicampur dengan sagu bakar (bembang
atau makanan lain yang dberikan pada anjing sebelum aktifitas berburu
dilakukan). Jenis tumbuhan bakau yang berakar panjang dan batangnya halus
sering digunakan perempuan pencari kepiting untuk gai-gai atau alat pengingkat
kepiting.
Bagian
dari tumbuhan bakau yang biasa dimamfaatkan oleh masyarakat teluk Bintuni
adalah buah tumbuhan bakau jenis Parae ( bahasa wamesa). Buah tumbuhan bakau
ini sering dimamfaatkan oleh perempuan pencari karaka sebagai pengganti pinang
pada saat mereka pergi kemange-mange untuk menangkap kepiting. Untuk itu,
mereka juga mengambil tumbuhan bakau jenis abu yang dapat dimakan. Jenis
tumbuhan bakau yang biasanya disebut dalam bahasa Wamesa sebagai Kabau Sorokup
memiliki kegunaan khusus untuk campuran bobok atau nira yaitu jenis minuman
keras tradisional setempat.
Kegunaan
lain dari tumbuhan bakau adalah sebagai media yang dapat menghasilkan ulat kayu
(Tombelo). Pengambilan ulat tumbuhan bakau umumnya dilakukan oleh perempuan
pada waktu mencari kepiting.ada tidaknya ulat Tombelo pada tumbuhan bakau
ditandai dengan warna merah yang tampak melekat dibatang kayu tumbuhan
tersebut. Apabila perempuan pencari kepiting melihat tanda semacam itu, maka
mereka akan mengambil ulat Tombelo untuk dibawa pulang. Dengan demikian
aktivitas pengambilan Tombelo merupakan kegiatan sampingan para pencari kepiting.
Ulat tumbuhan bakau ini merupakan salah satu jenis makanan yang cocok
dikonsumsi oleh perempuan yang baru melahirkan karena dapat diyakini dapat
menambah ASI (air susu ibu).
Selain
sebagai media bagi ulat, tumbuhan bakau juga merupakan tumbuhnya bermacam-macam
jamur yang sebagaian dapat dimakan. Pemgambilan jamur biasanya juga dilakukan
oleh perempuan pencari kepiting. Dalam membedakan jenis jamur adalah
berdasarkan bentuknya. Umumnya, perempuan setempat tidak mengetahui nama jenis
jamur tersebut melainkan berdasarkan cirri fisik semata. Jenis jamur yang
berwarna merah dan putih melekat dikayu bakau lapuk. Selain, ada jenis jamur
besar yang berwarna hitam dan berbentuk seperti ujung topi polisi. Umumnya
jenis jamur tersebut tidak dikosumsi.
Selain
jamur, pada tumbuhan bakau sering pula tumbuh berbagai anggrek diantaranya yang
mereka sebut dengan nama wanjoli dan bare atau Kusine dalam bahasa Irarotu.
Jenis anggrek hutan ini sering ditawarkan penduduk setempat, khususnya
anak-anak kepada tamu yang dibabo. Anggrek hutan dengan jenis putih kecil-kecil
dijual dengan harga Rp. 3000,00 rupiah. Bagi perempuan pencari karaka,
pengumutan tanaman anggrek ini dilakukan bilamana bunga anggrek mekar dinilai
cantik menurut mereka. Dengan demikian tampak bahwa tanaman anggrek yang banyak
tumbuh di Mange-mange merupakan asset yang cukup berharga apabila dikelola
dengan baik misalnya dengan cara dibudidayakan.
2. Pengetahuan
dan Pemamfaatan tumbuhan Obat, Racun, dan Sayuran
Pada
umumnya pengetahuan mereka tentang tumbuhan obat hanya terbatas pada mengenali
jenis tumbuhannya, akan tetapi mereka mengetahui atau memberi nama jenis
tumbuhan tersebut. Hal-hal tersebut dimungkinkan karena cara reproduksi
pengetahuan yang bersifat empiris secara turun-temurun yaitu secara langsung,
tanpa disebutkan namanya akan tetapi langsung ditunjukan.
Dari
beberapa perempuan yang diwawancarai menunjukan bahwa perempuan diwilayah teluk
bintuni tidak mengetahui secara luas tentang jenis tumbuh-tumbuhan yang
berkhasiat sebaga obat. Pengetahuan tentang hal itu pada umumnya hanya dikuasai
oleh para dukun yang dalam bahasa irarotu disebut dengan nama Manggarengga.
Selain itu pengetahuan dan
pemamfaatan tumbuhan sebagai obat juga diketahui oleh seorang
dukun bayi atau nama Biang.
Tumbuhan
obat sesuai dengan pengetahuan mereka dibagi atas dua keperluan yaitu tumbuhan
untuk penyembuhan dan tumbuhan obat untuk bahan rangsangan. Di dalam hutan
Mangrove, perempuan pencari kepiting mengenali beberapa jenis tumbuhan yang
dapat digunakan sebagai obat luka gigitan serangga atau obat obat kudis. Untuk mengobati
kudis digunakan benalu yang biasanya menempel pada tumbuhan mangrove. Benalu
biasanya direbus dan air rebusannya diminum. Selain untuk obat kudis, air
rebusan daun benalu dapat pula digunakan untuk mengobat penyakit gondok,
amandel dan usus buntu. jenis benalu yang dapat digunakan untuk obat adalah
yang berbunga merah dan tumbuh ditumbuhan bakau jenis kabau sorokup (bahasa
Wamesa). Sedangkan jenis benalu yang berbunga putih tidak dimanfaatkan. Untuk jenis
benalu Wasaraw besawaweri yang mempunyai cirri daun banyak, masyarakat
memanfaatkannya untuk obat kencing manis yaitu dengan meminum air rebusan daun
benalu tersebut. Sedangkan untuk jenis
wa saraw biyaroi yang bercirikan daun lebar, biasanya digunakan sebagai mawi.
3. Pengetahuan
dan Pemanfaatan Pandan
Tumbuhan
Pandan merupakan salah satu tumbuhan pantai yang banyak tumbuh di kawasan Teluk
Bintuni. Menurut penduduk setempat, tumbuhan tersebut dapat dibedakan menjadi dua
yaitu tumbuhan pandan yang mempunyai daun lebar dan akar gantung yang tinggi
serta tumbuhan pandan yang daunnya halus dengan akar gantung yang sederhana.
Daun pandan oleh perempuan di kawasan tersebut digunakan sebagai bahan untuk
membuat tikar. Pada masa lalu, setiap perempuan di daerah itu pada umumnya
mempunyai keterampilan menganyam daun pandan baik sebagai tikar maupun tas
(noken).
4. Pengetahuan
dan Pemanfaatan Tumbuhan Sagu
Tumbuhan sagu
(Metroxylon sp) adalah salah satu jenis tanaman yang menyimpan pati pada bagian
batangnya. Di indonesia tanaman sagu tumbuh dalam hutan atau kebun yang
biasanya kurang terpelihara. Pada umumnya tumbuhan sagu tumbuh di daerah rawa
atau tanah margime. Pati sagu bagi suku-suku yang mengkonsumsi sagu sebagai
makanan pokok dibuat papeda atau sagu lempengan, serta berbagai jenis makanan.
Pembautan papeda pada umumnya dilakukan oleh para mama dengan cara pati sagu
diaduk sedikit demi sedikit dengan air dingin sampai terbentuk kentalan
tertentu
0 komentar:
Posting Komentar